ini adalah pendekatan-pendekatan pembelajaran untuk program-program PLS yang bisa digunakan sesuai dengan kebutuhannya :

  1. Pendekatan Liberal, Liberal bisa dikatakan sebagai pendekatan yang tertua. Pendekatan ini membawa seseorang ke arah keme­lekan hidup secara luas, baik secara intelektual, moral, spiritual, maupun estetika. Hal ini dipandang sebagai kebutuhan semua orang sehubungan dengan terjadinya perubahan yang semakin cepat dari ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dewasa. Diharapkan dapat tercipta sebuah masyarakat yang gemar belajar, Konten atau isi pendidikan yang paling utama menurut pendekatan ini adalah filsafat, agama, dan kemanusiaan. Ketiganya harus menjadi konten dasar lembaga pendidikan di semua jalur dan tingkatan pendidikan, sedangkan konten-konten yang lain dapat ditempatkan dan diselenggarakan sebagai kajian khusus atau spesialisasi. Pendekatan ini berorientasi pada pemahaman atau penghayatan konsep atau teori dan bukan pada fakta ataupun prosedur (keterampilan).
  2. Pendekatan Progresif, Pendekatan pro­gresif merupakan sebuah pendekatan yang lebih menekankan keju­ruan dan pelatihan, belajar melalui pengalaman, penemuan ilmiah, dan tanggung jawab sosial. Jadi, tidak seperti pendekatan Liberal, pendekatan ini mengarah ke hal-hal yang lebih praktis dan mendesak di masyarakat. Pendekatan ini banyak digunakan untuk mendesain pendidikan bagi individu yang potensial dan berbakat serta menekankan proses yang berpusat pada peserta didik. Pendekatan yang menekankan pada pengembangan berfikir yang lebih rasional tentang pekerjaan, kesehatan, pengasuhan anak, dan isu-isu masyarakat yang lainnya. Konsep umum pendekatan ini memiliki lingkup yang luas yaitu sosialisasi dan inkulturasi, sehingga pendidikan tak terbatas bukan hanya di sekolah melainkan juga di semua kegiatan-kegiatan, baik dalam yang insidental maupun yang disengaja digunakan masyarakat untuk menyebarkan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai. Pihak-pihak pengemban tugas pendidikan mencakup keluarga, tempat kerja, sekolah, tempat ibadah, dan semua pihak masyarakat.
  3. Pendekatan Behavioristik, Behaviorisme memfo­kuskan diri pada aktivitas yang tampak dan dapat diukur dari makhluk hidup. Belajar diartikan sebagai sebuah perubahan perilaku. Tujuan pembelajaran dirumuskan kedalam format tujuan behavioral dan dijadikan tolak ukur untuk mengevaluasi perubahan perilaku yang ditunjukkan peserta didik setelah mengikuti atau menyelesaikan sebuah unit pembelajaran. Tujuan behavioral berisi tiga komponen, yaitu (a) kondisi yang membuat peserta didik berperilaku, (b) perilaku yang ditunjukkan oleh peserta didik itu sendiri, dan (c) kriteria keberhasilan perilaku. Pola pendidikan suatu masyarakat mencerminkan sistem nilai yang dianutnya. Pandangan filosofi behaviorime berkeyakinan bahwa survival (kemampuan mempertahankan hidup) adalah nilai yang paling mendasar bagi hidup dan kehidupan manusia. Menurutnya, memper­tahankan hidup (survival) merupakan nilai fundamental bagi setiap orang. Yang terbaik bagi makhluk hidup adalah kemampuan mempertahankan hidup. Belajar diartikan sebagai perubahan tingkah laku, sehingga seseorang dapat dikatakan belum belajar apabila belum ada peru­bahan tingkah laku dari kegiatan belajarnya. Tingkah laku di sini bukan sikap ataupun semua gerakan fisik yang dilakukan manusia, melainkan tingkah laku yang merupakan manifestasi kemampuan seseorang dalam melaksanakan suatu tugas atau peran sosial tertentu
  4. Pendekatan Humanisti, Dasar asumsi dari masyarakat satusatu generasi dan generasi berikutnya akan kurang lebih sama. Karena itu orang dewasa perlu mengetahui keterampilan dasar, sikap dan nilai tertentu untuk bisa berfungsi di masyarakat. Tujuan pendidikan humanitsik adalah pemberdayaan manusia, yaitu orang yang terbuka terhadap apa yang terjadi dalam perubahan dan belajar secara berkelanjutan, orang yang berjuang untuk aktualisasi diri, dan orang yang mampu hidup bersama secara betul-betul fungsional. Pendidikan orang dewasa berfokus pada diri peserta didik secara individual dan bukan pada batang tubuh pengetahuan atau informasi. Pendidikan humanistis tetap memiliki dua aspek, yaitu aspek penyampaian materi yang lebih manusiawi dan aspek pengembangan pribadi untuk mampu mema­hami diri dan orang lain serta mampu berhubungan secara sosial secara positif. Komponen pendidikannya meliputi (1) peserta didik sebagai inti proses, (2) pendidik sebagai fasilitator, dan (3) belajar melalui penemuan.
  5. Pendekatan Radikal dan Kritis, Pendekatan ini mengacu pada tradisi filosofi pendidikan radikal yang dipelopori oleh Paulo Freire. Pada intinya pemikiran radikal dan kritis adalah sebuah upaya perlawanan terhadap pihak status quo. Yang menjadi arah tradisi filosofi pendidikan ini sebenarnya adalah meningkatkan kedalaman perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Pemikiran pendidikan radikal berakar dari tiga sumber, yaitu (a) tradisi anarkhis yang berkembang pada abad kede­lapan belas dan yang terus berlanjut hingga sekarang sebagai upaya perlawanan terhadap pendidikan yang diselenggarakan oleh peme­rintah. (b) Tradisi sosialis-marxis yang menentang pendidikan perseko­lahan sebagai bentuk pemeli-haraan dunia industri modern. (c) Tradisi Aliran Kiri Freud yang memberikan tekanan utama gerakannya pada perubahan watak kepribadian, struktur keluarga, dan praktik penga­suhan anak.
  6. Pendekatan Analitik, Pemikiran analisis merupakan pemikiran yang menekankan analisis konsep, argumentasi, slogan dan pernyataan-pernyataan. Dalam aplikasinya di dunia pendidikan, pemikiran ini menganalisis konsep-konsep pendidikan, pengajaran, ataupun belajar dan mem­preskripsikan bagaimana seharusnya pendidikan dan sekolah menyi­kapi tujuan, isi, metode, dan evaluasi. Para pemikir analitik mencapai tujuan klarifikasi bahasanya melalui penggunaan berbagai teknik, Mat, dan metode. Mat yang pertama-tama digunakan adalah logika. Dalam rangka ini para analis membedakan 3 macam pertanyaan, yaitu pertanyaan tentang fakta, pertanyaan tentang nilai, dan pertanyaan tentang konsep.
  7. Pendekatan Pasca Modern, Pendekatan ini memperjuangkan konteks sosial yang menghargai segi-segi perasaan, kesadaran, intuisi, spiritualitas, dan pluralitas budaya. Karena itu paham pasca modern pada dasarnya merupakan gerakan kultural dalam era industri. Paham ini tidak melihat paham modern sebagai kekuatan untuk kemerdekaan tetapi justru sumber penekanan, penguasaan, dan penyerangan. Pasca modern menolak semua pandangan yang mengarah ke globalisasi seperti marxisme, kapitalisme, demokrasi liberal, kemanusiaan sekuler, dan islam fundamentalis. Paham pasca modern dalam PLS mempunyai kecenderungan ke arah beberapa hal. Di antaranya adalah perhatian terhadap keber­adaan berbagai konteks sosial yang menuntut respon berbeda, seperti suku budaya, tingkat ekonomi, jender, dan bahasa. Selain itu juga keyakinan terhadap kekuatan kesadaran, perasaan, dan spiritualitas dalam tindakan manusia. Paham ini menekankan pentingnya nilai-nilai intrinsik dari setiap pengalaman. Sebagai konsekuensinya, priva­tisasi dalam pendidikan sangat dibutuhkan. Tujuan, kurikulum, dan proses pendidikan harus memperhitungkan keterlibatan peserta didik. Setiap pendidik harus berupaya mempedulikan semua pihak yang terpinggirkan, terabaikan, tak berdaya, dan terbelenggu di manapun mereka berada.
  8. Pendekatan Transformatif, Pem­belajaran transformatif merupakan teori belajar yang unik, abstrak, dan ideal dengan puncaknya yang disebut critical reflection (renungan kritis).. Disimpulkan bahwa transformasi pada dasarnya yaitu suatu upaya atau proses perubahan yang mendasar pada diri manusia. Pembelajaran yang transformatif yaitu pembelajaran yang menghasilkan perubahan mendasar pada peserta didik. Jadi, pembelajaran yang tidak memberi­kan dampak perubahan mendasar bukanlah pembelajaran transfor­matif. Dari sudut pandang ini, pendidikan dapat diartikan sebagai transformasi potensi manusia, baik secara keseluruhan ataupun terbatas. Dengan demikian pembelajaran dapat dipandang sebagai transformasi pengetahuan atau kognitif, sedangkan pelatihan dapat dipandang sebagai transformasi keterampilan atau psikomotorik.